Okultasi Venus

Okultasi Venus

Beruntunglah kita yang ada di Indonesia. Pada tanggal 16 Mei nanti, kita mendapat kesempatan untuk menyaksikan terjadinya okultasi Venus oleh Bulan. Okultasi planet oleh Bulan adalah kejadian yang langka dan ketika terjadi pun belum tentu dapat diamati (karena bisa terjadi saat siang hari).

Okultasi adalah peristiwa tertutupnya suatu benda langit oleh benda langit lainnya yang berukuran lebih besar. Akibatnya, benda langit yang tertutupi menjadi tidak terlihat sama sekali karena tersembunyi di belakang benda lainnya. Secara sepintas, definisi ini mirip dengan definisi gerhana. Namun ada perbedaan yang mudah dipahami di antara keduanya, yaitu gerhana hanya terjadi pada Bulan dan Matahari, sedangkan okultasi terjadi secara umum pada semua benda langit. Contoh okultasi lainnya adalah tertutupnya planet (Jupiter, Venus, dll), bintang atau gugus bintang (Antares, Pleiades,  dll), dan asteroid oleh Bulan. Bisa juga okultasi oleh planet terhadap bintang atau planet lainnya.
Daerah di Bumi yang bisa mengamati okultasi Venus (Sumber: IOTA)
Daerah di Bumi yang bisa mengamati okultasi Venus (Sumber: IOTA)
Okultasi yang akan terjadi tanggal 16 Mei nanti hanya bisa diamati di bagian barat Afrika saat Bulan terbit dan bagian tenggara Asia setelah Matahari terbenam. Saat okultasi dimulai, ketinggian Bulan adalah maksimal 23° di bagian barat Indonesia dan sekitar 4° di bagian timur Indonesia. Dan saat selesai, ketinggian Bulan adalah sekitar 8° di bagian barat Indonesia, sedangkan di bagian timur Indonesia Bulan sudah terbenam. Dengan demikian, semakin barat posisi kita di Indonesia, maka kesempatan untuk mengamati okultasi Venus ini akan semakin lama.
Okultasi Venus oleh Bulan (Sumber: hrcglobal.net)
Okultasi Venus oleh Bulan tahun 2007 (Sumber: hrcglobal.net)
Di bawah ini adalah daftar kota di Indonesia yang bisa mengamati okultasi Venus oleh Bulan tanggal 16 Mei nanti, disertai dengan bujur dan lintang setiap kota serta waktu dimulainya okultasi (saat Venus tersembunyi di belakang Bulan) dan waktu berakhirnya okultasi (Venus muncul kembali) yang dinyatakan dalam UT (Universal Time) atau GMT. Untuk WIB, koreksi waktunya adalah UT + 7, WITA = UT +8, dan WIT = UT + 9.
KOTA                           BUJUR       LINTANG    MULAI     SELESAI
Balikpapan                    116 53.7    - 1 16.1   11 38  8     
Banda Aceh                     95 25.2      5 31.4              12 29 43    
Bandung                       107 34.6    - 6 54.0   11 50 32   12 28 57    
Banjarmasin                   114 45.7    - 3 26.5   11 40 40 
Batam                         104  7.1      1  7.2   11 35 28   12 34 42  
Batu Licin                    115 59.7    - 3 24.8   11 40 19
Bengkulu                      102 20.4    - 3 51.8   11 46 34   12 28 33 
Bima                          118 41.2    - 8 32.4   11 45 33
Cilacap                       109  2.0    - 7 38.7   11 51  5   12 28 56
Cirebon                       108 32.4    - 6 45.3   11 49  3   12 30 11 
Denpasar                      115 10.0    - 8 44.9   11 48 10 
Dumai                         101 26.0      1 36.6              12 33 23 
Gorontalo                     122 51.1      0 38.2   11 36 40
Gunung Sitoli                  97 42.2      1 10.0              12 29 44 
Jakarta                       106 53.5    - 6 16.0   11 49 21   12 29 28
Jambi                         103 38.7    - 1 38.3   11 40 29   12 32 50 
Kendari                       122 25.0    - 4  4.9   11 39 18  
Ketapang                      109 57.8    - 1 49.0   11 39 33   12 35 46 
Labuhan Bajo                  119 53.4    - 8 29.2   11 44 46  
Lhok Sukon                     97 15.6      5  4.2              12 31 11 
Luwuk                         122 46.3    - 1  2.3   11 37 27 
Madiun                        111 26.0    - 7 36.9   11 48 49  
Makale                        119 49.3    - 3  2.7   11 39 12 
Malang                        112 42.8    - 7 55.6   11 48 28
Manado                        124 55.6      1 33.0   11 36 15  
Masamba                       120 19.5    - 2 33.5   11 38 39
Mataram                       116  5.7    - 8 33.6   11 47 11 
Medan                          98 40.3      3 33.5              12 32  3 
Muko Muko                     101  5.3    - 2 32.5   11 43 34   12 29 13 
Nangapinoh                    111 44.9    - 0 20.9   11 37 32   12 36 19
Natuna                        108 23.3      3 54.5   11 32 35   12 35 43 
Padang                        100 21.2    - 0 52.6   11 39 41   12 30 32
Padang Sidempuan               99 25.9      1 24.0              12 31 38 
Palangkaraya                  113 56.6    - 2 13.5   11 39 25 
Palembang                     104 42.1    - 2 53.9   11 42 42   12 32 21
Palu                          119 54.6    - 0 55.1   11 37 38 
Pangkal Pinang                106  8.4    - 2  9.8   11 40 52   12 34  2  
Pangkalan Bun                 111 40.4    - 2 42.3   11 40 26 
Pekanbaru                     101 26.7      0 27.7              12 32 42  
Pendoro                       103 52.8    - 3 17.1   11 43 57   12 31 11 
Ponggaluku                    122 28.0    - 4 19.0   11 39 29  
Pontianak                     109 24.2    - 0  9.0   11 37 21   12 36  5  
Poso                          120 39.5    - 1 25.0   11 37 52   
Putusibau                     112 56.1      0 50.1   11 36 22 
Rengat                        102 20.1    - 0 21.2   11 38 12   12 32 51 
Ruteng                        120 28.7    - 8 35.7   11 44 39   
Sabang                         95 20.4      5 52.4              12 29 41
Samarinda                     117  9.4    - 0 29.1   11 37 31 
Sampit                        112 58.6    - 2 30.1   11 39 56 
Semarang                      110 22.5    - 6 58.4   11 48 11   
Sibolga                        98 53.4      1 33.3              12 31 15 
Singkep                       104 34.8    - 0 28.8   11 38 10   12 34 17 
Sintang                       111 28.5      0  3.8   11 37  5   12 36 20
Solo City                     110 45.4    - 7 30.9   11 49  6
Soroako                       121 21.4    - 2 31.8   11 38 31 
Sumbawa                       117 24.7    - 8 29.3   11 46 15  
Surabaya                      112 47.2    - 7 22.8   11 47 16 
Tahuna                        125 31.7      3 41.0   11 35 51 
Tangerang                     106 34.2    - 6 17.6   11 49 47   12 29  2
Tanjung Karang                105 10.7    - 5 14.5   11 47 58   12 29 29
Tanjung Pandan                107 45.3    - 2 44.7   11 41 28   12 34 25 
Tanjung Pinang                104 31.9      0 55.4   11 35 48   12 34 50 
Tanjung Redep                 117 25.9      2  9.3   11 35 47 
Tanjung Santan                117 26.4    - 0  5.6   11 37 13  
Taraken                       117 34.0      3 19.6   11 35  9   
Tasikmalaya                   108 14.8    - 7 20.7   11 51  3   12 28 45 
Ternate                       127 22.8      0 49.9   11 36 17  
Ujung Pandang                 119 33.2    - 5  3.7   11 40 59  
Waikabubak                    119 14.8    - 9 24.6   11 46 27  
Lhok Seumawe                   96 57.0      5 13.6
Yogyakarta                    110 25.9    - 7 47.3   11 49 56
Daerah Indonesia yang dapat mengamati okultasi Venus (Sumber: 
Mutoha)
Daerah di Indonesia yang dapat mengamati okultasi Venus (Sumber: Mutoha)
Ingin tahu kapan dan okultasi apa saja yang akan terjadi berikutnya? Silakan lihat daftarnya di situs http://transit.savage-garden.org/

Koordinat Horison (Alt-Azimuth)

Koordinat Horison (Alt-Azimuth)

Pada tulisan sebelumnya, kita sudah membahas koordinat langit ekuatorial. Sekarang, giliran koordinat horison (alt-azimuth) yang dibahas. Seperti apa sebenarnya koordinat ini, dan apa bedanya dengan koordinat ekuatorial? Berikut pembahasannya.
Koordinat alt-azimuth adalah menentukan posisi benda langit yang hanya berlaku secara lokal di sekitar pengamat saja. Nama koordinat ini ditentukan dari dua kata yang didefinisikan sebagai penentu posisi benda, yaitu altitud (disingkat alt) dan azimuth. Istilah-istilah penting lainnya yang digunakan dalam koordinat ini adalah horison, zenith, dan nadir.

Horison adalah bidang datar yang menjadi pijakan pengamat, yang menjadi batas antara belahan langit yang dapat diamati dengan yang tidak dapat diamati. Apabila kita berada di tengah-tengah laut, kita akan melihat horison ini sebagai pertemuan antara langit dengan permukaan laut. Kemudian zenith adalah sebuah titik khayal di langit yang berada tepat di atas pengamat. Sedangkan nadir adalah kebalikan dari zenith, yaitu sebuah titik yang berada di bawah pengamat. Kedua titik ini terletak tegak lurus terhadap horison.
Bagaimana menentukan posisi sebuah bintang menurut koordinat alt-azimuth ini? Altitud (a) menunjukkan ketinggian bintang dari horison. Apabila sebuah bintang baru terbit atau tenggelam, ketinggiannya dari horison adalah 0 derajat. Dan bintang yang berada di zenith memiliki altitud 90 derajat. Azimuth (A) menyatakan sudut yang dibentuk antara bintang dengan titik utara atau selatan. Pengamat yang berada di belahan bumi utara menghitung azimuth bintang dari titik utara ke arah timur (searah putaran jarum jam). Sedangkan pengamat yang berada di belahan bumi selatan menghitung azimuth bintang dari titik selatan ke arah timur (berlawanan arah putaran jarum jam). Besarnya azimuth adalah dari 0 derajat hingga 360 derajat.
Sebagai contoh, untuk pengamat yang berada di Semarang (selatan khatulistiwa), sebuah bintang yang berada 45 derajat di atas titik utara memiliki azimuth 180 derajat. Sedangkan bagi pengamat yang ada di Aceh misalnya, bintang yang berada 45 derajat di atas titik utara memiliki azimuth 0 derajat (Lihat juga gambar di bawah).
Lalu apa kelebihan dan kekurangan sistem koordinat ini jika dibandingkan dengan sistem koordinat ekuatorial? Penentuan nilai altitud dan azimuth dari sebuah objek yang relatif mudah menjadi kelebihan sistem koordinat ini. Untuk menentukan altitud, kita bisa gunakan sextant, sedangkan untuk menentukan azimuth kita dapat gunakan kompas. Titik acuan koordinatnya (horison dan titik utara atau selatan) pun jelas dan dapat kita tentukan dengan mudah. Hal ini jauh lebih mudah Jika dibandingkan dengan menentukan titik gamma, ekuator langit, asensiorekta dan deklinasi pada sistem koordinat ekuatorial.
Sementara kekurangan sistem koordinat ini adalah bahwa, seperti yang sudah saya sebutkan di atas, koordinat alt-azimuth hanya berlaku lokal (di sekitar pengamat) saja. Ketinggian dan azimuth sebuah bintang pada saat yang sama akan memiliki nilai yang berbeda jika dilihat dari tempat yang jauh. Misalkan seorang pengamat di Semarang ingin memberitahukan sebuah objek yang ditemukannya kepada pengamat lain di Bandung dengan memberikan koordinat alt-azimuth objek tersebut, maka pengamat di Bandung akan kesulitan menemukan objek yang dimaksud.



Ikuti Artikel | Ikuti Komentar | Mail | Admin
Copyright © 2008 - 2010 Dunia Astronomi - All Rights Reserved
Powered by WordPress & the Atahualpa Theme by BytesForAll. Discuss on our WP Forum

Mengapa Bintang Tampak Berkedip?

Mengapa Bintang Tampak Berkedip?

Pernahkah Anda perhatikan dengan seksama, bahwa bintang yang kita amati di malam hari tampak berkedip? Cahayanya berubah-ubah seperti lampu kelap-kelip, dan terkadang warnanya pun berubah-ubah dari putih ke biru atau merah dan sebaliknya. Sebenarnya bintang memancarkan energinya relatif konstan/stabil setiap saat. Jadi perubahan yang terjadi tidak berasal dari bintangnya. Ada hal lain yang menyebabkan bintang tampak berkedip. Apakah itu?
Penyebab utamanya adalah karena bumi memiliki atmosfer. Banyaknya lapisan udara dengan temperatur yang berbeda-beda di atmosfer menyebabkan lapisan-lapisan udara tersebut bergerak-gerak sehingga menimbulkan turbulensi. Turbulensi ini bentuknya sama seperti ombak atau gelombang di laut dan kolam renang. Jadi untuk mendapatkan gambaran seperti apa yang terjadi di atmosfer, bayangkan sebuah kolam renang yang permukaannya tidak tenang.
Bintang tampak berkedip (Sumber: APOD)
Bintang tampak berkedip (Sumber: APOD)
Sebuah koin yang terletak diam di dasar kolam renang akan tampak bergerak-gerak jika kita lihat dari atas permukaan air. Gerak semu ini terjadi karena adanya refraksi/pembiasan. Menurut ilmu fisika, ketika berkas cahaya melewati dua medium yang indeks biasnya berbeda, cahaya tersebut akan dibiaskan/dibelokkan. Untuk kasus koin di kolam renang, cahaya yang dipantulkan koin melewati dua medium yang indeks biasnya berbeda, yaitu air dan udara, sebelum jatuh di mata. Dan karena permukaan air yang tidak tenang, posisi koin yang sebenarnya tetap pun akan tampak berpindah-pindah.
Hal yang sama terjadi pada cahaya bintang yang melewati atmosfer bumi. Ketika memasuki atmosfer bumi, cahaya bintang akan dibelokkan oleh lapisan udara yang bergerak-gerak. Akibatnya posisi bintang akan berpindah-pindah. Tetapi karena perubahan posisinya sangat kecil untuk dideteksi mata, maka kita akan melihatnya sebagai kedipan.
Lalu, bagaimana dengan planet, mengapa planet tidak tampak berkedip? Bintang, sebesar apapun ukurannya dan sedekat apapun jaraknya, akan tampak sebagai sebuah titik cahaya jika diamati dari bumi, bahkan dengan teleskop terbaik yang dimiliki manusia. Sedangkan planet yang memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada bintang akan tampak lebih besar dari bumi karena jaraknya yang jauh lebih dekat. Dengan teleskop kecil saja kita akan dapat melihat planet sebagai sebuah piringan, bukan sebagai sebuah titik cahaya. Ukuran piringan ini cukup besar sehingga turbulensi atmosfer tidak memberikan pengaruh yang nyata pada berkas cahaya planet. Dilihat dari permukaan bumi, planet pun akan tampak tidak berkedip. Kecuali pada kondisi atmosfer yang turbulensinya sangat kuat, atau saat planet berada di dekat horison, planet akan tampak berkedip juga. Karena pada saat planet berada di dekat horison (sesaat setelah terbit atau sebelum tenggelam), berkas cahayanya harus melewati atmosfer yang lebih tebal.
Setelah kita tahu bahwa penyebab bintang tampak berkedip adalah atmosfer bumi, kita bisa sesuaikan dengan kebutuhan kita dalam melakukan pengamatan. Jika kita ingin mengamati bintang dengan gangguan atmosfer paling sedikit, kita bisa tunggu hingga bintang tersebut berada dekat meridian. Atau jika kita ingin melihat bintang tidak berkedip sama sekali, kita bisa pergi ke luar angkasa, atau bulan, atau planet yang tidak memiliki atmosfer (ingat, bulan tidak memiliki atmosfer). Ada yang ingin membuktikan sendiri?



Ikuti Artikel | Ikuti Komentar | Mail | Admin
Copyright © 2008 - 2010 Dunia Astronomi - All Rights Reserved
Powered by WordPress & the Atahualpa Theme by BytesForAll. Discuss on our WP Forum

Mengukur Jarak Dengan Bintang Cepheid

Mengukur Jarak Dengan Bintang Cepheid

Di tulisan terdahulu, kita dapat menentukan jarak bintang dengan menghitung paralaksnya. Namun metode paralaks itu hanya dapat digunakan untuk bintang-bintang dekat saja karena teknologi yang kita miliki belum dapat menghitung paralaks dengan ketelitian tinggi. Jarak terjauh yang bisa diukur dengan metode paralaks hanya beberapa kiloparsek saja. Lalu bagaimana kita menghitung jarak bintang-bintang yang lebih jauh? Atau bahkan menghitung jarak galaksi-galaksi yang jauh? Salah satu caranya adalah dengan menggunakan hubungan periode-luminositas bintang variabel Cepheid.
Sejarah metode penghitungan jarak ini berawal dari sebuah penelitian tentang hasil pengamatan terhadap bintang variabel (bintang yang kecerlangannya berubah-ubah) yang ada di galaksi Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil (LMC dan SMC). Saat itu Henrietta Leavitt, astronom wanita asal Amerika Serikat, membuat katalog yang berisi 1777 bintang variabel dari penelitian tersebut. Dari katalog yang ia buat diketahui bahwa terdapat beberapa bintang yang menunjukkan hubungan antara kecerlangan dengan periode variabilitas. Bintang yang memiliki kecerlangan lebih besar ternyata memiliki periode varibilitas yang lebih lama dan begitu pula sebaliknya. Bentuk kurva cahaya bintang variabel jenis ini juga unik dan serupa, yang ditandai dengan naiknya kecerlangan bintang secara cepat dan kemudian turun secara perlahan.
Bentuk kurva cahaya seperti itu ternyata sama dengan kurva cahaya bintang delta Cephei yang diamati pada tahun 1784. Karena itulah bintang variabel jenis ini diberi nama bintang variabel Cepheid. Penamaan ini tidak berubah walaupun belakangan ditemukan juga kurva cahaya yang sama dari bintang Eta Aquilae yang diamati beberapa bulan sebelum pengamatan delta Cephei.
Kurva cahaya variabel Cepheid. Sumber: rpi.edu
Kurva cahaya variabel Cepheid. Sumber: rpi.edu
Hubungan sederhana antara periode dan luminositas bintang variabel Cepheid ini bisa digunakan dalam menentukan jarak karena astronom sudah mengetahui adanya hubungan antara luminositas dengan kecerlangan/magnitudo semu bintang yang bergantung pada jarak. Dari pengamatan bintang Cepheid kita bisa dapatkan periode variabilitas dan magnitudonya. Kemudian periode yang kita peroleh bisa digunakan untuk menghitung luminositas/magnitudo mutlak bintangnya dengan formula M = -2,81 log(P)-1,43. Karena luminositas/magnitudo mutlak dan magnitudo semu berhubungan erat dalam formula Pogson (modulus jarak), maka pada akhirnya kita bisa dapatkan nilai jarak untuk bintang tersebut.
Kunci penentu agar metode ini dapat digunakan adalah harus ada setidaknya satu bintang variabel Cepheid yang jaraknya bisa ditentukan dengan cara lain, misalnya dari metode paralaks trigonometri . Jarak bintang akan digunakan untuk menghitung luminositasnya dan selanjutnya bisa digunakan sebagai pembanding untuk semua bintang Cepheid. Oleh karena itu, astronom sampai sekarang masih terus berusaha agar proses kalibrasi ini dilakukan dengan ketelitian yang tinggi supaya metode penentuan jarak ini memberikan hasil dengan akurasi tinggi pula.
Cepheid Di Galaksi M100
Cepheid Di Galaksi M100. Sumber: Hubblesite
Menghitung jarak bintang variabel Cepheid menjadi sangat penting karena kita jadi bisa menentukan jarak gugus bintang atau galaksi yang jauh asalkan di situ ada bintang Cepheid yang masih bisa kita deteksi kurva cahayanya. Di sinilah keunggulan metode ini dibandingkan dengan paralaks, yang hanya bisa digunakan untuk bintang-bintang dekat saja.
Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada bintang Cepheid? Bintang ini mengalami perubahan luminositas karena radiusnya berubah membesar dan mengecil. Proses ini terjadi pada salah satu tahapan evolusi bintang, yaitu ketika sebuah bintang berada pada fase raksasa atau maharaksasa merah. Jadi dengan mempelajari bintang variabel Cepheid kita bisa menghitung jarak sekaligus mempelajari salah satu tahapan evolusi bintang.


Ikuti Artikel | Ikuti Komentar | Mail | Admin
Copyright © 2008 - 2010 Dunia Astronomi - All Rights Reserved
Powered by WordPress & the Atahualpa Theme by BytesForAll. Discuss on our WP Forum

Bintang Variabel

Bintang Variabel

Setiap malam kita bisa mengamati bintang-bintang memancarkan cahaya yang terlihat tetap setiap saat. Apakah cahaya bintang benar-benar tetap? Sebenarnya tidak, ada bintang yang cahayanya berubah-ubah baik secara periodik maupun tidak. Bintang yang seperti itu kemudian disebut sebagai bintang variabel. Memang perubahannya itu sulit dikenali oleh mata karena begitu kecilnya amplitudonya. Tapi berkat teknologi pengukur intensitas cahaya yang semakin baik, maka kita bisa ketahui adanya variasi kecerlangan pada beberapa bintang.
Terdapat dua kelompok besar bintang variabel, yaitu bintang variabel intrinsik dan ekstrinsik. Bintang variabel intrinsik adalah bintang yang perubahan kecerlangannya diakibatkan oleh faktor dari dalam bintang itu sendiri (perubahan pancaran energi/luminositas). Sedangkan bintang variabel ekstrinsik adalah bintang perubahan kecerlangannya bukan diakibatkan oleh perubahan luminositas, melainkan faktor dari luar bintang itu. Masing-masing kelompok ini kemudian dibagi menjadi berbagai jenis lagi.
Cepheid Di Galaksi M100
Bintang variabel di galaksi M100. Sumber: Hubblesite
Bintang variabel intrinsik terdiri atas variabel periodik, eruptif, dan eksplosif. Contoh variabel periodik adalah Cepheid. Bintang semacam ini mengalami perubahan luminositas karena radiusnya yang berubah-ubah secara periodik.  Sedangkan variabel eruptif adalah bintang yang luminositasnya berubah akibat lontaran massa atau flare. Biasanya bintang variabel ini tidak memiliki variasi kecerlangan yang periodik.
Kemudian variabel eksplosif adalah bintang yang kecerlangannya berubah karena bintangnya meledak (supernova). Meledaknya bintang itu sendiri disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena bintang sudah memasuki tahap akhir evolusinya, atau karena bintang katai putih yang berpasangan dengan bintang lain dalam sebuah sistem bintang ganda yang memperoleh perpindahan massa dari bintang pasangannya. Akibat ledakannya itu, luminositas bintang ini dapat naik hingga seratus juta kali lipat (hingga 20 magnitudo) dan setelah itu akan tampak sisa-sisanya berupa selubung gas yang disebut sisa supernova (supernova remnant).
Nebula Kepiting
Nebula Kepiting, sisa dari supernova tahun 1054. Sumber: Hubblesite.
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok bintang variabel ekstrinsik adalah bintang berotasi, bintang ganda gerhana, dan bintang berplanet. Untuk bintang berotasi, perubahan kecerlangan bintang itu diakibatkan oleh adanya bintik hitam (seperti di Matahari) atau bintik terang yang ukurannya cukup besar. Saat bintang tersebut berotasi, maka posisi bintik hitam atau bintik terangnya akan berubah posisi dari awalnya menghadap ke Bumi menjadi tidak menghadap ke Bumi. Saat bintik hitam menghadap ke Bumi kecerlangan bintang menjadi turun dan sebaliknya.
Untuk bintang ganda gerhana dan bintang berplanet, perubahan kecerlangan diakibatkan oleh tertutupnya piringan bintang oleh bintang pasangan (dalam bintang ganda) dan oleh planet (bintang berplanet). Variabilitas perubahan kuat cahaya yang ditimbulkan pada bintang ganda gerhana tentunya lebih besar jika dibandingkan dengan bintang berplanet. Sehingga kita akan sulit mengamati perubahan kecerlangan ketika ada sebuah planet melintas di depan piringan bintang (transit). Tetapi justru dari bintang yang memiliki variabilitas perubahan kuat cahaya yang kecil itulah astronom dunia bisa menemukan planet yang mengorbit bintang lain (extrasolar planet).
Bintang ganda gerhana (Wikipedia)
Bintang ganda gerhana. Sumber: Wikipedia
Pada awalnya, bintang variabel yang ditemukan pertama kali adalah sebuah supernova pada tahun 1572 oleh Tycho Brahe (SN1572). Kemudian pada tahun 1596 ditemukan juga bintang variabel yang awalnya dianggap sebagai sebuah nova (bintang yang kecerlangannya naik secara tiba-tiba lalu meredup kembali), yaitu bintang yang kini dikenal dengan nama Mira (Omicron Ceti), sebuah sistem bintang ganda yang terletak di rasi Cetus. Namun setelah diamati dalam waktu yang lama, diketahui bahwa kecerlangan bintang ini berubah secara berkala. Jadilah Mira sebagai bintang variabel periodik yang pertama ditemukan. Bintang itu disebut nova (bahasa latin untuk “baru”) karena tidak terlihat adanya bintang di posisi yang sama sebelumnya.
Penamaan Bintang Variabel
Di sebuah rasi, bintang variabel yang ditemukan pertama kali akan diberi nama dengan format [huruf penanda urutan] [nama genetif rasi]. Huruf penanda urutan dimulai dari R, S, T, …,  Z, lalu berlanjut ke RR, RS, …, RZ, SS, ST, …, ZZ, lalu AA hingga QZ tanpa menggunakan huruf J baik sebagai digit pertama ataupun kedua. Contohnya, R Andromedae sebagai bintang variabel pertama yang ditemukan di rasi Andromeda, RR Lyrae, YZ Ceti, dll. Dengan menggunakan huruf-huruf tersebut, kita akan dapatkan 334 kemungkinan saja. Jika terdapat lebih dari 334 bintang variabel di sebuah rasi, maka penamaan selanjutnya menjadi V[335, 336, dst] [nama genetif rasi]. Contohnya adalah V603 Aquilae.
Jadi kini kita tahu bahwa sebuah bintang yang tampak tenang dan terangnya konstan bisa saja sedang mengalami perubahan kuat cahaya karena ada planet yang melintas di depannya. Atau mungkin jika suatu saat nanti kita melihat sebuah bintang yang mendadak menjadi begitu terangnya hingga dapat terlihat di siang hari, maka kita tahu bahwa yang kita lihat adalah sebuah supernova!



Ikuti Artikel | Ikuti Komentar | Mail | Admin
Copyright © 2008 - 2010 Dunia Astronomi - All Rights Reserved
Powered by WordPress & the Atahualpa Theme by BytesForAll. Discuss on our WP Forum

Neil Armstrong

Neil Armstrong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Neil Armstrong
Neil Armstrong
Neil Armstrong Signature.svg
USAF / NASA Astronaut
 Kebangsaan Amerika
 Status Pensiunan
 Lahir 5 Agustus 1930 (umur 80)
Wapakoneta, Ohio, U.S.
 Profesi sebelumnya Naval aviator, Test pilot
 Waktu di angkasa 8 days, 14 hours and 12 minutes and 31 seconds
 Seleksi 1957 MISS Group; 1960 Dyna-Soar; 1962 NASA Astronaut Group 2
 Misi Gemini 8, Apollo 11
Lambang misi
Ge08Patch orig.png Apollo 11 insignia.png
Moon landing
Neil Alden Armstrong (lahir di Ohio, Amerika Serikat, 5 Agustus 1930; umur 80 tahun) adalah astronot Amerika Serikat, dan orang pertama yang menjejakkan kaki di Bulan. Pada 20 Juli 1969, Neil Armstrong dan Buzz Aldrin mendarat di Bulan dengan kendaraan udara kecil, yang telah dikirim ke Bulan dengan roket Saturn V dalam misi Apollo 11. Mereka berdua berjalan di Bulan, dan jutaan orang menonton peristiwa ini dari TV.
Ucapannya yang terkenal ialah:
Inilah sebuah langkah kecil bagi [seorang] manusia, satu langkah besar bagi kemanusiaan.
Kalimat tersebut diucapkannya di Bulan. Nyatanya ia cenderung berkata "Inilah sebuah langkah kecil bagi [seorang] manusia…", namun karena beberapa alasan kata "seorang" tak pernah diucapkan. Armstrong berpikir ia telah mengatakannya, namun juga mengakui ia sering lupa akan suku kata saat bercakap. Meski begitu ia lebih memilih menulis kutipan termasuk "seorang" dalam tanda kurung.
id.wikipedia.org/wiki/Neil_Armstrong

Bulan

Bulan Sebagai Satelit Bumi
Bulan merupakan satelit sekaligus benda angkasa yang paling dekat dengan bumi. Bulan mengelilingi bumi pada bidang edar yang memiliki jarak rata-rata 348.404 km. Arah revolusi bulan sama dengan arah revolusi bumi terhadap matahari . Kala revolusi bulan adalah 27 1/3 hari.waktu ini disebut satu bulan sideris. Satu bulan sideris tidak sama dengan waktu sejak munculnya bulan purnama sampai bulan purnama berikutnya. Lama selang waktu antara dua bulan purnama adalah 29 ½ hari. Waktu ini disebut satu bulan sinodis. Bulan sideris dan sinodis menjadi berbeda akibat adanya revolusi bumi.

Selain berevolusi mengelilingi matahari, bulan juga berotasi terhadap porosnya. Kala rotasi bulan persis sama dengan kala revolusinya, yaitu 27 1/3 hari, sehingga permukaan bulan yang menghadap bumi selalu hanya separuhnya. Karena bulan berevolusi terhdap bumi, bulan juga ikut mengelilingi matahari bersama bumi
  1. Bentuk Dan Ukuran Bulan

    Bulan berbentuk bulat dengan massa 7,4 1022 kg. Garis tengah bulan sama dengan ¼ garis tengah bumi yaitu 3.476 km dengan massa jenis 3340 kg/m3. massa bulan yang kecil menyebabkan gaya tarik pada benda dipermukaannya juga kecil. Kekuatan gaya tarik bulan hanya 1/6 gaya tarik bumi. Akibatnya, bulan tidak mampu menahan molekul-molekul udara tetap berada di sekelilingnya untuk membentuk atmosfer.



    Tidak adanya atmosfer di bulan menyebabkan terjadinya hal-hal berikut :
    1. Di bulan tidak ada kehidupan.
    2. Permukaan di bulan sangat kasar ( berlubang ) dikarenakan benda-benda yang jatuh tidak ada yang menahan.
    3. Suara tidak dapat merambat di bulan, hal ini karena udara atau gas merupakan medium tempat perambatan suara.
    4. Langit bulan tampak hitam legam. Atmosfer bumi berwarna biru karena cahaya matahari yang mengenai molekul-molekul udara menghamburkan cahaya warna biru

  2. Fase Bulan



    Fase bulan adalah perubahan bentuk bulan di lihat dari bumi. Fase-fase bulan tersebut adalah fase bulan baru, kuartir pertama, bulan purnama,kuartir ketiga, kuartir keempat.

    Bulan tampak oleh mata karena memantulkan cahaya matahari. Buntuk bulan yang terlihat oleh bumi selalu berubah setiap hari. Mulai dari tidak nampak, kemudian muncul bulan sabit dan akhirnya berubah menjadi bulan purnama pada hari ke-14 atau ke-15. Bulan Purnama mengecil kembali menjadi bulan sabit dan hilang pada hari ke-29 atau ke-30. Fase bulan berulang setiap 29 hari (bulan sinodis/komariah). Berikut adalah fase-fase bulan :

    1. Fase Bulan Baru
      Pada fase ini bulan berada di antara bumi dan matahari. Hanya sisi belakang bulan yang mendapat cahaya matahari. Sisi bulan yang menghadap bumi sama sekali tidak mendapat cahaya matahari. Akibatnya bulan tidak nampak dari bumi
    2. Kuatrir Pertama 7 3/8 hari
      Bulan, Bumi, dan Matahari berada pada posisi tegak lurus. Hanya setengah permukaan bulan yang menghadap bumi yang mendapat cahaya matahari, sedangkan setengah lainnya tidak. Bulan tampak setengah cakram sebelah kanan. Antara bulan baru dan kuartir pertama bulan tampak sebagai bulan sabit.
    3. Bulan Purnama 14 3/4 hari
      Bulan, Bumi, dan matahari terletak segaris dengan bumi berada di tengah . Permukaan bulan yang menghadap bumi semuanya mendapat cahaya matahari. Bulan nampak dari bumi berupa lingkaran utuh
    4. Kuartir Ketiga 22 1/8 hari
      Bulan,Bumi dan Matahari berada dalam posisi tegak lurus. Hanya setengah permukaan bulan yang menghadap bumi yang mendapat cahaya matahari. Bulan nampak setengah cakram sebelah kiri. Antara bulan purnama dan kuartir ketiga , bulan nampak sebagai bulan sabit.
    5. Kuartir ke empat 28 1/2 hari
      Dikuartir ke empat bulan menjadi bulan baru. Bulan sinodis yang berpatokan pada fase bulan dijadikan standar perhitungan kalender islam yang dikenal sebagai kalender hijriayah 
     

                  edukasi.net 

Lidah Api Matahari

Lidah api di matahari atau juga disebut prominensa merupakan bagian matahari yang sangat besar, terang, yang mencuat keluar dari permukaan matahari, seringkali berbentuk loop (putaran). Tanggal 26-27 September 2009 lalu, wahana ruang angkasa (Stereo A dan Stereo B) yang khusus memantau matahari merekam fenomena selama 30 jam ini.


Prominensa terjadi di lapisan photosphere pada matahari dan bergerak keluar menuju korona matahari. Jika korona merupakan gas-gas ionized yang sangat panas, dinamakan plasma, yang tidak begitu memperlihatkan sinarnya, prominensa berisikan plasma yang lebih dingin.

Prominensa Matahari

Komposisinya mirip dengan yang ada pada chromosphere. Prominensa yang stabil dapat bertahan hingga beberapa bulan. Beberapa prominensa terpecah atau memisah dan menimbulkan penyemburan massa korona.

Prominensa yang memisah

Prominensa biasanya menjulur hingga ribuan kilometer; yang terbesar yang pernah diobservasi terlihat pada tahun 1997 dengan panjang sekitar 350.000 kilometer - sekitar 28 kali diameter bumi. Massa di dalam prominensa berisikan material dengan berat hingga 100 miliar ton.

Lidah api di matahari atau juga disebut prominensa merupakan bagian matahari yang sangat besar, terang, yang mencuat keluar dari permukaan matahari, seringkali berbentuk loop (putaran). Tanggal 26-27 September 2009 lalu, wahana ruang angkasa (Stereo A dan Stereo B) yang khusus memantau matahari merekam fenomena selama 30 jam ini .
google.com

Bintik Matahari

 

Foto bintik mahatari pada tanggal 2004-06-22
Bintik matahari adalah bagian dari permukaan matahari (fotosfer) yang dipengaruhi aktivitas magnetis hebat, yang mengakibatkan terhambatnya konveksi, membentuk daerah bersuhu lebih dingin. Bintik-bintik ini bisa terlihat dari bumi tanpa bantuan teleskop. Meski bersuhu sekitar 4000-5000K, perbedaan dengan materi sekelilingnya yang berkisar sekitar 5800K mengakibatkan daerah ini tampak secara jelas sebagai noda-noda hitam karena intensitas sebuah benda hitam yang dipanasi adalah sama dengan T (temperatur) berpangkat empat. Jika sebuah bintik matahari diisolir dari fotosfer sekelilingnya ia akan tampak lebih cemerlang dari loncatan bunga api listrik.
Titik minimum dari siklus bintik matahari sebelas tahunan mungkin telah terlanjut pada pertengahan kedua tahun 2008, tetapi karena tidak adanya aktivitas bintik-bintik hitam, titik minimal siklus mungkin akan berlangsung ke tahun 2009.[1] Walaupun pembalikan polaritas bintik matahari[2] yang diobservasi pada tanggal 4 januari 2008 mungkin menandai Siklus 24, hanya sedikit bintik matahari yang tampak. Definisi siklus bintik matahari baru adalah kalau rata-rata jumlah bintik matahari dari polaritas magnetik baru berjumlah lebih besar dari polaritas yang sebelumnya. Perkiraan dari tahun 2006, meprediksi Siklus 24 akan mulai pada akhir tahun 2007 atau permulaan 2008, tetapi estimasi baru memperkirakan penundaan sampai tahun 2009.
Bintik matahari, yang merupakan manifestari aktivitas magnetis hebat, juga merupakan tempat terjadinya lengkung-lengkung korona (coronal loops) dan peristiwa pemautan kembali (reconnection events). Kebanyakan lidah semburan matahari dan semburan massa korana berasal di daerah magnetis aktif sekitar kelompok bintik-bintik matahari yang tampak. Fenomena sama yang diobservasi secara tidak langsung di bintang-bintang dinamai bintik-bintik bintang. Keduanya, bintik terang and bintik gelap telah diukur.

Galeri

[sunting] Referensi

  1. ^ Solar Cycle Progression. NOAA.
  2. ^ First sunspot of new solar cycle glimpsed. New Scientist. Diakses pada 8 Januari 2008
  3. ^ press release 990610, K. G. Strassmeier, 1999-06-10, University of Vienna, "starspots vary on the same (short) time scales as Sunspots do", "HD 12545 had a warm spot (350 K above photospheric temperature; the white area in the picture)"

[sunting] Pranala luar

[sunting] Data bintik matahari

    • SUNSPOT NUMBERS. NOAA NGDC Solar Data Services. Diakses pada 11 Maret 2005
      • International Sunspot Number -- sunspot maximum and minimum 1610-present; annual numbers 1700-present; monthly numbers 1749-present; daily values 1818-present; and sunspot numbers by north and south hemisphere. The McNish-Lincoln sunspot prediction is also included.
      • American sunspot numbers 1944-present
      • Ancient sunspot data 165 BC to 1684 AD
      • Group Sunspot Numbers (Doug Hoyt re-evaluation) 1610-1995
       
     
 
Bintik Matahari Mulai Terlihat
Rabu, 16 Desember 2009 | 21:09 WIB
Merebut harapan dari matahari di pagi hari
TERKAIT:
BANDUNG, KOMPAS.com — Bintik matahari yang disebut sunspot 1035 mulai terlihat membesar, yaitu hingga berukuran tujuh kali planet Bumi.

Seperti dilaporkan di Space Weather News, sunspot ini telah mengembang cepat sejak terlihat pertama kali pada 14 Desember lalu. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, maka 1035 menjadi sunspot terbesar tahun ini, bahkan tahun-tahun sebelumnya.

Seperti yang diungkapkan peneliti Lapan, Clara Yono Yatini, bintik hitam menjadi pertanda tingkat keaktifan matahari. Ketika masa aktif itu mencapai puncak, matahari dapat menimbulkan ledakan (corona mass ejection) yang dapat menghujani Bumi dengan partikel yang berpotensi mengganggu.

Sebelumnya, Lapan dan berbagai peneliti dunia telah memperkirakan bahwa masa puncak aktivitas matahari yang kini berada di siklus ke-24 ini akan terjadi pada rentang 2012-2013. Pada masa inilah diduga akan terjadi badai luar angkasa ekstrem akibat aktivitas matahari.

Masa puncak aktivitas di siklus terdahulu, yaitu ke-23 terjadi pada tahun 2003. Ketika itu, badai matahari dilaporkan sempat menimbulkan gangguan komunikasi.
google.com

Bintang


Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).
Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalah:
Semua benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang dan pernah melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir.
Oleh sebab itu bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, diikuti oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.

Sejarah Pengamatan

Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam praktek-praktek keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah kalender matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah matahari-matahari lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[1] ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus.[2] Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang adalah matahari yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.[3]
Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus dan Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Besselparalaks. menggunakan teknik
William Herschel adalah astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di langit. Selama 1780an ia melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Ia kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit, yakni pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[4] Selain itu William Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

[sunting] Radiasi

Tenaga yang dihasilkan bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi nuklear, dipancarkan ke luar angkasaradiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-partikel bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino yang berasal dari inti bintang. sebagai
Hampir semua informasi yang kita miliki mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang gelombang radio hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi. Hanya gelombang radio dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintang-bintang pada panjang gelombang lain.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Dengan menelaah spektrum bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan, gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi dari sebuah bintang. Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka luminositas bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode rotasi kemudian dapat diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.

[sunting] Fluks pancaran

Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah bintang adalah flukscahaya atau tenaga yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan internasional) atau ergdetik per cm2 (satuan cgs). pancarannya, yaitu jumlah per

[sunting] Luminositas

Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau luminositas matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,
L = 4 \pi R^2 \sigma T_{e}^4
dimana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang dan Te adalah temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan
E = \frac {L} {4 \pi d^2}
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke pengamat.

[sunting] Magnitudo

Secara tradisi kecerahan bintang dinyatakan dalam satuan magnitudo. Kecerahan bintang yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun teleskop, dinyatakan oleh magnitudo tampak (m) atau magnitudo semu. Secara tradisi magnitudo semu bintang yang dapat dilihat oleh mata bugil dibagi dari 1 hingga 6, di mana satu ialah bintang paling cerah, dan 6 sebagai bintang paling redup. Terdapat juga kecerahan yang diukur secara mutlak, yang menyatakan kecerahan bintang sebenarnya. Kecerahan ini dikenal sebagai magnitudo mutlak (M), dan terentang antara +26.0 sampai -26.5. Magnitudo adalah besaran lain dalam menyatakan fluks pancaran, yang terhubungkan melalui persamaan,
m = -2,5 \log(E) + konstanta \,\!
dimana m adalah magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.

[sunting] Satuan pengukuran

Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan erg per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi. Seringkali pula massa, luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan matahari, mengingat Matahari adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui parameter-parameter fisisnya. Untuk Matahari, parameter-parameter berikut diketahui:
massa Matahari: M_\bigodot = 1.9891 \times 10^{30} kg[5]
luminositas Matahari: L_\bigodot = 3.827 \times 10^{26} watt[5]
radius Matahari: R_\bigodot = 6.960 \times 10^{8} m[6]
Skala panjang seperti setengah sumbu besar dari sebuah orbit sistem bintang ganda seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-rata antara Bumi dan Matahari.

[sunting] Klasifikasi

Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be A Fine Girl Kiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Kelas Warna Suhu Permukaan °C Contoh
O Biru > 25,000 Spica
B Putih-Biru 11.000 - 25.000 Rigel
A Putih 7.500 - 11.000 Sirius
F Putih-Kuning 6.000 - 7.500 Procyon A
G Kuning 5.000 - 6.000 Matahari
K Jingga 3.500 - 5.000 Arcturus
M Merah <3,500 Betelgeuse
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkesluminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas berikut : menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau
  • 0 Maha maha raksasa
  • I Maharaksasa
  • II Raksasa-raksasa terang
  • III Raksasa
  • IV Sub-raksasa
  • V deret utama (katai)
  • VI sub-katai
  • VII katai putih
Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas. Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning, bersuhu dan berukuran sedang.
Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram hubungan antara luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang. Diagram ini adalah diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha mempelajari evolusi bintang.

[sunting] Penampakan dan Distribusi

Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur.

Sebuah katai putih yang sedang mengorbit Sirius (konsep artis). citra NASA.
Telah lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi katai merah yang berada dalam sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi bintang di galaksiBimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal.
Sistem yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam semesta teramati.[7]
Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang teramati[8]. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar.
Bintang terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo galaksi.
Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat sering terjadi[9] . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.

[sunting] Evolusi

Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.

[sunting] Terbentuknya bintang

Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamberhidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta. yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.
Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

[sunting] Deret Utama

Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.

[sunting] Akhir sebuah bintang

Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.

[sunting] Catatan kaki

  1. ^ Drake, Stephen A. A Brief History of High-Energy (X-ray & Gamma-Ray) Astronomy. NASA HEASARC. Diakses pada 24 Agustus 2006
  2. ^ Exoplanets. ESO. Diakses pada 11 Oktober 2006
  3. ^ Hoskin, Michael (1998). The Value of Archives in Writing the History of Astronomy. Space Telescope Science Institute. Diakses pada 24 Agustus 2006
  4. ^ Proctor, Richard A. (1870). "Are any of the nebulæ star-systems?". Nature: 331-333.
  5. ^ a b I.-J. Sackmann, A. I. Boothroyd (2003). "Our Sun. V. A Bright Young Sun Consistent with Helioseismology and Warm Temperatures on Ancient Earth and Mars". The Astrophysical Journal 583 (2): 1024-1039.
  6. ^ S. C. Tripathy, H. M. Antia (1999). "Influence of surface layers on the seismic estimate of the solar radius". Solar Physics 186 (1/2): 1-11.
  7. ^ What is a galaxy? How many stars in a galaxy / the Universe?. Royal Greenwich Observatory. Diakses pada 18 Juli 2006
  8. ^ "Astronomers count the stars", BBC News, July 22, 2003. Diakses pada 18 Juli 2006.
  9. ^ "Astronomers: Star collisions are rampant, catastrophic", CNN News, June 2, 2000. Diakses pada 21 Juli 2006.

[sunting] Daftar pustaka

[sunting] Pranala luar